Dalam satu tahun kebelakang ini info industri keuangan Indonesia banyak diramaikan oleh gosip bank digital. Hal ini alasannya adalah beberapa perusahaan besar berencana untuk mendirikan bank digital. Bahkan beberapa diantaranya mirip Jago sudah goes to digital.
Perlu Anda pahami, bank digital berlawanan dengan layanan m-banking. Bank digital yakni bank yang bangkit sendiri dan sepenuhnya hanya bergerak melalui internet dan tidak mempunyai kantor fisik secara luas. Kalaupun ada kantor fisik, jumlahnya niscaya terbatas.
Akibat dari pemberitaan besar-besaran ini, sepanjang tahun 2021 kemudian harga saham bank digital banyak yang memberikan kenaikan harga. Apalagi hal ini diiringi dengan pengertian bahwa lazimnya industri keuangan akan bangun pasca krisis seiring dengan perbaikan ekonomi.
Namun sebelum Anda memberanikan diri untuk membeli saham perusahaan ini, lebih baik Anda tetap menentukan saham bank digital mana yang menurut Anda terbaik. Berikut ini 5 bank digital yang telah listing di Bursa Efek Indonesia.
1. Bank BTPN (Jenius)
BTPN merilis suatu aplikasi perbankan digital berjulukan Jenius pada tahun 2016 kemudian. Per februari 2022, aplikasi ini sudah diunduh oleh lebih dari 5 juta pengguna di Google Plays Store. Akan tetapi, karena anak perusahaan yang mengurus Jenius sendiri belum resmi IPO di bursa, sehingga saham yang mau dianjurkan kali ini masih ialah saham perusahaan induknya yakni Bank BTPN.
BTPN sendiri ialah salah satu bank dengan jumlah aset paling besar di Indonesia. Per November 2021, perusahaan ini mencatat kepemilikan aset sebesar 170 triliun rupiah atau naik 6 triliun dibandingkan aset pada bulan Agustus 2021. Salah satu pilar penyangga peningkatan aset BTPN ini ialah Jenius.
Sepanjang tahun 2021 Bank BTPN mempunyai kinerja yang cukup baik walaupun harga sahamnya terus mengalami penurunan. Per November 2021 misalnya, perusahaan yang pada tahun 2019 diakuisisi oleh Sumitomo Group ini mencatatkan laba hingga 1,7 triliun rupiah.
Apabila dilihat dari segi kesanggupan manajemen dalam mengelola aset dan ekuitas perusahaan, sepanjang tahun 2017-2020, BTPN menghasilkan skor yang cukup konsisten antara 1,4-3,0% (ROA) dan 6,1-11,6% (ROE). Hal ini menawarkan bahwa terlepas dari kondisi pandemi, kinerja BTPN bekerjsama cukup stabil.
2. BCA (Blu)
Blu adalah aplikasi perbankan digital yang dirilis oleh BCA Digital, anak perusahaan dari Bank BCA (BBCA). Dengan menyandang nama besar Bank BCA dibelakangnya, tidak aneh kalau 6 bulan sejak aplikasi ini dirilis pada Juni 2021, Blu telah diunduh oleh lebih dari 500 ribu orang dan menerima rating 4,8 di Google Play Store.
Dari sisi perusahaan, BCA digital gres berencana untuk melakukan Initial Public Offering dalam 1 atau 2 tahun kedepan. Namun demikian, perusahaan ini telah menerbitkan pembukuan keuangan dan laporan tahunan yang bisa diakses oleh investor.
Dalam pembukuan keuangan perusahaan ini tanggal 31 Desember 2021 disebutkan bahwa BCA Digital memiliki aset sebanyak 5,8 triliun rupiah, liabilitas sebesar 1,8 triliun dan ekuitas sebesar 4 triliun. Namun setelah sempat mendapatkan laba sebesar 82 triliun pada final 2020, BCA Digital justru membukukan kerugian 59 triliun pada final tahun 2021.
3. Bank Jago (Jago)
Tentu nama bank digital satu ini sudah tidak gila lagi di indera pendengaran Anda mengenang bahu-membahu iklan Jago cukup gencar di media sosial dan televisi. Bank Jago sendiri awalnya berjulukan Bank Artos (ARTO) dan bangun sejak tahun 1992. Pada tahun 2020 nama ini lantas bermetamorfosis PT Bank Jago Tbk.
Menurut kami, saat ini Bank Jago yaitu bank digital nomor 1 di Indonesia sebab kaya fitur dan tidak adanya ongkos admin.
Pada April 2021, perusahaan ini lantas merilis aplikasi perbankan digital milik mereka yang berjulukan Jago. Hingga 8 bulan pasca perilisannya, Jago telah diunduh oleh lebih dari 1 juta orang pengguna di Google Play Store.
Sepanjang tahun 2021, harga saham ARTO terus menanjak naik dari 5.780 per lembar pada permulaan Februari 2021, menjadi 17.300 per lembar pada Februari 2022. Namun sayangnya hingga tamat tahun 2021 kemudian perusahaan ini masih mencetak kerugian. Tercatat pada November 2021 Bank hebat merugi sampai 4,6 miliar rupiah.
Kerugian ini bukan kerugian pertama yang dialami oleh Bank Jago. Sejak listing di BEI pada tahun 2016, secara tahunan perusahaan ini belum membukukan keuntungan kecuali tahun 2016 yang mana hal tersebut ditunjang oleh pemasukan non operasional.
4. Bank Raya Indonesia (Raya)
Bank Raya Indonesia atau yang dulu disebut selaku Bank BRI Agroniaga yaitu salah satu anak perusahaan BRI (BBRI) yang bergerak di lini pembiayaan mikro khususnya di bidang agribisnis. Perusahaan ini diresmikan pada tahun 1989 dengan nama Bank Agro dan IPO pada tahun 2003. Baru pada tahun 2011 BRI mengakuisisi sebagian besar saham perusahaan ini dan menjadi penanam modal pengendali.
Pada kuartal simpulan tahun 2021, perusahaan ini mengumumkan secara resmi mengenai ketertarikan mereka untuk memasuki pasar digital banking. Informasi tentang pergerakan perusahaan menuju digital ini sempat membuat harga saham naik sebelum karenanya harga saham perusahaan ini kembali turun sampai saat ini (Februari 2022).
Apabila dilihat dari kondisi fundamental perusahaan, sesungguhnya pada abad 2016-2020 perusahaan menunjukkan kinerja faktual dengan terus membukukan keuntungan. Akan tetapi pada tahun 2021 sepertinya tidak demikian mengenang pada triwulan 3 2021 perusahaan ini justru merugi sampai 1,8 triliun rupiah.
5. Bank Neo Commerce (Neobank)
Saham bank digital lain yang harganya terus naik sepanjang tahun 2021 ialah saham Bank Neo Commerce atau BBYB. Perusahaan yang berjulukan orisinil Bank Yudha Bhakti ini bangun semenjak tahun 1989 dan menjadi perusahaan publik sejak tahun 2015.
Dengan menggandeng PT Akulaku Silvrr Indonesia (Akulaku), semenjak tahun 2019 perusahaan ini berkomitmen untuk mendirikan bank digital. Puncaknya, pada Maret 2021 perusahaan ini merilis Bank Neo Commerce Digital. Hingga Februari 2022, aplikasi ini sudah diunduh lebih dari 10 juta pengguna di Google Play Store.
Apabila ditilik dari sisi keuangan, Bank Neo sempat mengalami kerugian besar pada tahun 2018 sebelum karenanya kembali kasatmata pada tahun 2019 dan 2020. Sayangnya, nilai bottom line perusahaan ini kembali minus pada triwulan 3 2021 dan pada November 2021. Tercatat perusahaan ini merugi hingga 637 miliar pada November 2021.
Selain ke-5 perusahaan di atas, Indonesia juga diramaikan oleh bank digital yang didirikan oleh bank asing yang belum listing di BEI mirip Digibank dari Bank DBS atau Line Bank dari Bank KEB Hana.
Industri keuangan digital di Indonesia memang sedang marak. Namun untuk menyingkir dari pembelian saham gorengan, Anda tetap harus menilik kondisi fundamental perusahaan-perusahaan ini apalagi dahulu. Apalagi kalau mengingat perusahaan ini relatif tidak mempunyai aset fisik yang bisa dijadikan agunan ketika terjadi likuidasi.