Sepanjang final tahun 2021 sampai selesai bulan pertama tahun 2022 ini, IHSG terus diberitakan sedang mengalami konsolidasi harga. Sebagai seorang penanam modal, Anda mesti siap-siap menghadapi kondisi konsolidasi harga mirip ini.
Pahami apa itu konsolidasi harga saham dan bagaimana cara mengatasinya dengan membaca artikel berikut ini:
Pengertian Konsolidasi Saham
Konsolidasi ialah perumpamaan yang dipakai dalam pasar modal untuk menggambarkan pergerakan harga saham yang datar-datar saja, tidak memperlihatkan adanya indikasi isu terkini yang telah ada atau menawarkan indikasi jikalau ekspresi dominan harga akan berbalik.
Kondisi ini dapat diartikan sebagai saham tersebut masih mencari harga terbaru yang mampu menciptakan tren harga entah itu naik maupun turun. Suatu saham mampu dikatakan mengalami konsolidasi kalau dalam beberapa hari atau bulan sebelumnya mengalami ekspresi dominan yang cukup besar lengan berkuasa tetapi dalam kurun belakangan ini pergerakan harganya datar-datar saja.
Contohnya IHSG. Indeks harga saham dari seluruh saham yang listing di Bursa Efek Indonesia ini semenjak pertengahan Oktober 2021 sampai ketika ini tetap berada di kisaran 6.600-6.700 setelah pada akhir September mengalami peningkatan tajam dari 6.100 ke 6.600. Hal ini memberikan bahwa indeks ini masih mencari titik tolak harga yang gres.
Kondisi konsolidasi ini bisa terjadi dalam banyak sekali jangka waktu mulai dari beberapa jam saja hingga berbulan-bulan. Namun seharusnya Anda waspada jika konsolidasi saham telah berlangsung sampai lebih dari 1 tahun.
Konsolidasi harga sebuah saham mampu terjadi alasannya beberapa aspek seperti, tindakan penjualan atau pembelian saham dalam jumlah banyak oleh investor institusi atau memang adanya sentimen kasatmata maupun sentimen negatif yang sama-sama kuatnya mensugesti pergerakan harga aset tersebut.
Ciri-Ciri Saham Yang Sedang Konsolidasi
Pergerakan harga suatu saham atau indeks dikatakan sedang mengalami konsolidasi jikalau tiga ciri-ciri berikut ini terjadi berbarengan:
- Pergerakan harga condong datar dan tidak menembus titik support maupun resistance (breakout saham). Kondisi seperti ini juga lazimdisebut sebagai keadaan sideways. Seperti pergerakan IHSG kala Oktober 2021-Januari 2022 di atas misalnya. Sejauh ini belum ada harga yang menembus titik paling rendah sepanjang kurun (6.480) dan belum ada yang menembus harga tertinggi yaitu 6.750 rupiah.
- Jarak antara titik atau garis resistance dan garis support yang sempit. Pada karakteristik kedua ini, rentang nilai tertinggi dan nilai terendah IHSG selama Oktober 2021-Januari 2022 cuma berkisar 200 rupiah saja. Meskipun demikian, rentang antara garis support dan resistance sebuah saham pasti berlainan dengan saham yang lainnya sehingga penanam modal diminta untuk berhati-hati.
- Volume perdagangan yang relatif rendah. Ciri yang terakhir ialah jumlah volume jual beli yang rendah. Hal ini secara tidak eksklusif juga menunjukkan bahwa trader atau penanam modal lain sedang sangsi dalam mengambil langkah.
Fase konsolidasi akan rampung bila sebuah saham mulai menunjukkan adanya indikasi isu terkini yang menguat mirip mulai menembus titik support dan resistance, jumlah volume jual beli yang berkembangdan lain sebagainya.
Hubungan Antara Konsolidasi Dengan Support dan Resistance
Support dan resistance yakni dua garis atau titik yang melingkupi harga saham selaku garis batas atas (resistance) dan garis batas bawah (support). Sebuah saham atau sekuritas lain pada periode tertentu dikatakan menjamah titik resistance jika harga saham tersebut menjamah harga tertingginya lalu berbalik menurun. Begitu pula sebuah saham dikatakan menjamah titik support kalau harganya turun sampai level tertentu lalu naik lagi.
Sebuah saham dikatakan mengalami fase breakout saat harganya naik atau turun melampaui titik support dan resistance nya. Apabila kondisi breakout saham ini konsisten dalam suatu periode tertentu, maka itu artinya harga saham tersebut sedang mengalami tren entah itu tren penurunan harga maupun kenaikan harga.
Lalu apa hubungan antara konsolidasi saham dengan kedua garis ini? Jawabannya yaitu konsolidasi saham terjadi dikala harga saham atau indeks saham selama sementara waktu tidak menembus garis resistance maupun garis supportnya.

Mari kita amati gambar pergerakan nilai IHSG di atas. Dari gambar tersebut terperinci tampakbahwa selama era pertengahan Oktober 2021-2022 nilai IHSG tidak pernah menembus titik terendahnya (support level) adalah pada harga 6.480 dan tidak pernah menembus titik tertingginya (resistance level) yakni 6.750 rupiah. Bahkan dikala menjamah harga tersebut, jumlah volume transaksi juga sedikit (dengan ditunjukkan tipisnya gambar candlestick doji).
Strategi Konsolidasi
Salah satu taktik yang dianjurkan saat harga suatu saham sedang mengalami konsolidasi yaitu wait and see atau tunggu dan awasi. Sebab pergerakan harga pada fase ini memang tidak menentu dan belum pasti akan segera membentuk tren baru. Kalaupun tren baru bisa terbentuk, tidak menutup kemungkinan juga tren yang terbentuk justru tren bearish dan bukan bullish.
Strategi scalping memang masih mampu dipakai dalam keadaan pasar mirip ini, namun penerapan taktik scalping dalam kondisi pasar sedang sideways mirip ini pasti membutuhkan kejelian yang tinggi saat memutuskan kapan mesti beli (entry) dan kapan harus jual (exit). Selain itu, trader juga membutuhkan dana besar untuk keuntungan yang besar ketika scalping.
Maka dari itu, banyak ahli yang menyebutkan bahwa lebih baik menunggu dan memantau pergerakan harga dulu apabila kondisi pasar sedang konsolidasi seperti ini. Anda mampu terus mengawasi pergerakan harga sambil terus update info perihal sentimen yang berpeluang menghipnotis harga saham.
Khusus konsolidasi pada index seperti IHSG, beberapa mahir menyarankan untuk mengawasi pergerakan harga saham emiten-emiten tertentu yang diperkirakan memainkan peran penting dalam pergeseran nilai indeks seperti, saham-saham Blue-Chip atau saat ini yang sedang naik daun saham-saham pertambangan.
Kesimpulan
Konsolidasi saham yakni kondisi dimana pergerakan harga saham tidak menembus titik support atau resistance-nya dalam suatu era waktu tertentu. Kondisi ini mampu disebabkan oleh adanya tindakan pembelian atau pemasaran saham dalam jumlah banyak oleh penanam modal institusi atau adanya sentimen konkret dan negatif yang sama-sama berpengaruh dalam mempengaruhi saham tersebut. Ketika dalam kondisi ini, baik trader maupun investor diminta untuk tetap sabar menunggu adanya sinyal-sinyal breakout saham.